Kesultanan Paser
Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516[1] dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan
kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan Pamukan.[2] Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, negeri Paser
merupakan salah satu bekas negaradependensi (negara bagian) di dalam "negara Banjar Raya".[3][4][5][6][7] Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Paser 30.000 jiwa.[8]
Kerajaan Sadurangas
Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan
kawan-kawan yang ditulis oleh M.Irfan lqbal, et.al. Dalam bukunya yang berjudul
“Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya Kerajaan Paser pada
tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi. Pada saat Putri
Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu (ratu pertama
kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi kerajaan
Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser, Kerajaan Sadurangas
didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516[1].
Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini
menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh
halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk
memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah
yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen
kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh
yang akan dipanggil. Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya,
setahun kemudian Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang
diberi nama Aji Mas Nata Pangeran
Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun
kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama
Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian Putri
Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati Indra bin
Abu Mansyur Indra Jaya.
Islamisasi
Islamisasi di Kerajaan Paser melalui beberapa jalur, antara lain :
·
Jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan
Putri Petong, dari Kerajaan Paser raja komunitas Paser. Begitu juga perkawinan
Sayyid Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir anak Putri Petong dengan
Abu Mansyur Indra Jaya.
·
Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada zaman mereka,
yang selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk
pedagang dari Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para
pedagang muslim menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk
agarna Islam.
·
Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur
Indra Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan
dengan lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari
bambu yang melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya
yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut[9]
Daerah Paser saat kedatangan Islam, banyak diketahui dari berbagai tulisan,
diantaranya berdasarkan kitab yang ditulis Aji Aqub tahun 1350 Hijriyah atau
tahun 1920 Masehi yang berjudul "Pelayaran mencari raja tanah Paser"
Sumber lain dari tulisan A.S Assegaf dengan judul "Sejarah kerajaan Kutai
dan Kesultanan Paser" tanpa tahun. Sumber yang lain dapat ditelusuri dari
sumber-sumber Belanda, diantaranya oleh S.C Knappert dengan judul
"Tijdschrift voor ned Indie 1883" Sedangkan yang memuat legenda Putri
Petong ditulis oleh III Nieuwkuyk dalam Versi Reide opstillen ove Boneo,
Velome 9 kerajaan Paser juga disinggung dalam tulisan J.Zwager dengan judul
"Tijdschrift voor Nederlan Indie. Seri 4, 1866.
Versi Hikayat Banjar
·
Keberadaan kerajaan Pasir yang pertama disebutkan di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, menyatakan
Pasir salah satu daerah taklukan Gajah Mada dari Majapahit.[10] Sedangkan menurut Salasilah Kutai, seorang putera dari Maharaja
Sakti bin Aji Batara Agung Paduka Nira menjadi raja muda di Pasir. Putera dari raja muda tersebut yang bernama Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya kemudian dilantik menjadi Raja Kutai Kartanegara V menggantikan Raja Kutai
Kertanegara IV Aji
Raja Mandarsyah. Kerajaan Pasir yang disebutkan dalam
Nagarakretagama maupun dalam Salasilah Kutai merupakan kerajaan yang sama yang
masih dalam pemerintahan Dinasti Kutai Kartanegara. Kerajaan berikutnya yang
muncul di Tanah Paser adalah Kerajaan Sadurangas yang kelak mengganti namanya
sebagai Kesultanan Pasir Balengkong, yang asal mulanya didirikan seorang
panglima dari Kerajaan Kuripan-Daha (Banjar Hindu).
·
Menurut Hikayat Banjar (1663), semenjak masa
kekuasaan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit untuk Negara Dipa (= Banjar Hindu), orang besar (penguasa) Pasir sudah menjadi taklukannya.
Pasir dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara)
yang takluk dan menyerahkan upeti kepada Maharaja Suryanata hingga masa
Maharaja Sukarama, selanjutnya sampai masa Sultan Suriansyah.[11]
·
Penguasa/orang besar/adipati Pasir, Aji Tunggul/Aji Tenggal[12] (Aria Manau/Kakah Ukop) menjadi bawahan Sultan Banjar, Mustainbillah yang berkuasa tahun1595-1642. Ketika itu keraton Kesultanan Banjar
telah dipindahkan dari Pemakuan ke daerah Batang Banyu (antara 1622-1632)
karena sebelumnya pada tahun 1612Keraton
Kuin diserang VOC, tatkala itu Marhum Panembahan (= Sultan Mustainbillah)
menyuruh Kiai Lurah Cucuk membawa sebuah perahu beserta awak perahu empat puluh orang untuk menjemput
Aji Tunggul dengan anak-isteri serta keluarganya. Ketika tiba di keraton Banjar waktu itu berada di daerah Batang Banyu, Aji Ratna puteri Aji Tunggul dinikahkan dengan Dipati Ngganding (adipati Kotawaringin)
kemudian memperoleh dua anak, Andin Juluk dan Andin Hayu.[13] Kemudian Andin Juluk menikahi Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Sultan Mustainbillah dengan permaisuri Ratu Agung yaitu yang kelak
menjabat adipati/raja
Kotawaringinmenggantikan Dipati Ngganding. Pasangan Anta-Kasuma dan
Andin Juluk ini memperoleh empat anak : Putri Gelang, Raden Tuan, Raden
Pamadi dan Raden Nating. Sedangkan Andin Hayu menikahi Pangeran Dipati Tapasena putera Sultan Mustainbillah dari selir orang Jawa, kemudian memperoleh anak
Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut.[11][14]
·
Perkawinan seorang puteri dari Aria Manau/Kakah Ukop/Aji Tunggul, bernama
Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri Betung [15]dengan Abu Mansyur Indra
Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang
dikaruniai anak, yaitu :[16]
1. Adjie Patih (Raden Aria
Mandalika), memiliki anak bernama Adjie Anum (Raden Kakatang)
2. Putri Adjie Meter,
memiliki anak bernama Imam Mustafa dan Putri Ratna Berana
·
Beberapa tahun berlalu setelah pernikahan Aji Ratna binti Aji Tunggul
dengan Dipati Ngganding di negeri Banjar, seorang cucu Aji Tunggul[17] yaitu Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) putera dari priyayi dari Giri yang menikah dengan puteri dari Aji Tunggul (Aria Manau/Kakah Ukop) datang
berkunjung ke Kesultanan Banjar ketika itu keraton telah dipindah dari Batang
Banyu ke Martapura, kemudian Raden Aria Mandalika oleh Sultan Mustainbillah
dinikahkan dengan cucunya bernama Putri Limbuk/Dayang Limbuk binti Pangeran
Dipati Antasari. Dengan adanya perkawinan ini maka Aji Tunggul tidak lagi
diharuskan mengantarkan upeti tiap-tiap tahun seperti
zaman dahulu kala, karena upeti tersebut sudah diberikan kepada Putri
Limbuk/Dayang Limbuk, kecuali hanya jika ada suruhan dari Marhum Panembahan
untuk memintanya atau mengambilnya. Dengan demikian, Pasir mendapat pembebasan
pembayaran upeti, bahkan kemungkinan Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) menjadi
raja muda di Pasir sebagai perwakilan Kesultanan Banjar. Pasangan Aria
Mandalika (Adjie Patih) dan Putri Limbuk ini memperoleh anak bernama Raden
Kakatang (Adjie Anum). Setahun setelah kelahiran Raden Kakatang, Sultan
Mustainbillah kemudian mangkat.[11] Dengan demikian maka penguasa Pasir kemungkinan masih termasuk trah Sultan
Banjar IV Marhum Panembahan, Raja Kutai Kartanegara II Aji Batara Agung Paduka Nira dan bangsawan dari Giri.
·
1636, Paser kembali
ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September 1635, antara Sultan
Banjar dengan VOC. [18]
·
1638, Sultan Mustain
Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (Tallo-Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I
Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia
meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang. Sejak itu
Pasir dan wilayah ring terluar tidak lagi mengirim upeti ke Banjar. [19] Peristiwa sebelum adanya PerjanjianBungaya ini menunjukkan pengakuan Makassar (Tallo-Gowa) mengenai kekuasaan
Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau
Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara. Namun setelah Perjanjian
Bungaya (1667), Kesultanan Gowa dilarang berdagang
ke timur dan utara Kalimantan.
·
Pada abad ke-18 Raja Bugis-Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai, Paser, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi
berhasil dipatahkan. Sebelumnya La Madukelleng menikah dengan Andin Anjang/Andeng Ajeng
putri dari Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana (Sultan Aji Muhammad Alamsyah).
Ketika Sultan wafat, istri La Maddukelleng dicalonkan menjadi Ratu Paser, Namun
sebagian orang-orang Paser menolak pencalonan tersebut dan terjadi
pemberontakan di kerajaan. Untuk meredakan keadaan La Maddukelleng bersama
Pasukannya menyerang dan menaklukkan Paser. Ia menjadi Raja Pasir tahun 1726–1736. Salah seorang putri La Maddukelleng
dengan Andeng Ajeng bernama Aji Putri Agung kemudian menikah dengan Sultan Aji
Muhammad Idris (Sultan Kutai XIV).
·
1736, Datanglah
Utusan dari Kerajaan Wajo La Dalle Arung Taa, memanggilnya kembali ke Wajo. Dengan kekuatan
bersenjata yang baru dibeli dari Inggris, La Madukkeleng bersama Sultan Aji
Muhammad Idris dan pasukan (Kerajaan Kutai), pasukan Kerajaan Pagatan, dan
beberapa tambahan pasukan kerajaan Johor, berangkat ke Sulawesi untuk bergabung
dengan Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo, dan Kerajaan Wajo, untuk menghadapi
Kerajaan Bone dan VOC yang bersekutu dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone),
Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima. Sepeninggal La Maddukelleng,
selanjutnya kerajaan Paser dipimpin Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Paser II) 1738–1799.
·
1765, VOC berjanji membantu Sultan Banjar Tamjidullah I yang pro VOC Belanda untuk menaklukan Paser kembali untuk memungut upeti.
Paser sudah berada di bawah pengaruh La Madukkeleng yang anti VOC Belanda[18]
·
1768–1799, Pemerintahan Aji Dipati yang bergelar
Sultan Dipati Anom Alamsyah, ia menikahi Ratu Intan I binti Daeng Malewa, Ratu
negeri Cantung dan Batulicin.[20]
·
1787, Paser sebagai
salah satu vazal Banjarmasin yang
diserahkan Sultan Banjar Sunan Nata Alam kepada VOC dalam Traktat 13 Agustus 1787 setelah Pangeran Nata diakui oleh VOC sebagai Sultan Banjarmasin dan
berhasil menangkap ahli waris Kesultanan Banjar yang sah Pangeran Amir bin
Sultan Muhammadillah yang telah dibantu Arung Trawe dan bangsawan Bugis-Paser
tetapi gagal. Sunan Nata Alam berkuasa atas tanah yang dipinjam dari VOC atau
sebagai daerah protektoratVOC.[18]
·
1797, Kedaulatan
atas Paser dan Pulau Laut diserahkan kembali oleh VOC kepada Sultan Banjar Sunan
Nata Alam. Belanda kemudian digantikan oleh kolonial Inggris.[18]
·
1799–1811, Pemerintahan Aji Panji yang bergelar
Sultan Sulaiman Alamsyah, ia menganeksasi negeri-negeri Tanah Bumbu yang berada
di bawah kekuasaan Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu bin Daeng Malewa.
·
1817, Paser
diserahkan sebagai daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I pada 1 Januari 1817 antara Sultan Sulaiman
dari Banjardengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt.
Hal ini terjadi setelah Belanda masuk kembali ke Kalimantan menggantikan
Inggris.[18]
·
1823, Paser menjadi
daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan II pada 13 September 1823 antara Sultan Sulaiman
dari Banjardengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.[18]
·
1826, Pasir
ditegaskan kembali menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda menurut Perjanjian
Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar dengan Hindia Belanda yang
ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826.[18]
·
1815–1843, Pemerintahan Sultan Mahmud Han Alamsyah,
ia membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda.
·
1849, Berdasarkan
Staatsblad van Nederlandisch Indië no. 40 tahun 1849, wilayah Paser termasuk
dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister
van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849,
No. 8.[21]
·
1880–1897, Pemerintahan Sultan Muhammad Ali Alamsyah,
dialah yang pertama kali berani menentang Belanda sehingga ia dibuang dan
mangkat di Banjarmasin[22]
Penguasa Pasir
Nama
Penguasa
|
Gelar
|
Tahun
Berkuasa
|
Putri Di
Dalam Petung
|
1516-xxxx
|
|
Aji Mas
Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra
|
||
Aji Anom
Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra
|
||
Aji
Perdana bin Aji Anom Singa Maulana
|
||
Aji Duwo
bin Aji Mas Anom Singa Maulana
|
||
Aji Geger
bin Aji Anom Singa Maulana
|
||
La
Madukelleng
|
||
Aji Negara
bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah
|
||
Aji Dipati
bin Panembahan Adam
|
||
Aji Panji
bin Ratu Agung
|
||
Aji
Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah
|
||
Aji Karang
bin Sultan Sulaiman Alamsyah
|
||
Aji Adil
bin Sultan Sulaiman Alamsyah
|
||
Aji
Tenggara bin Aji Kimas
|
||
Aji Timur
Balam
|
||
Pangeran
Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman
|
||
Pangeran
Ratu bin Sultan Adam Alamsyah
|
||
Pangeran
Mangku Jaya Kesuma
|
Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe
Kesultanan Pasir mengadakan kontrak dengan Belanda pada 18 November 1850 di
bawah Sultan Mahmud Han.[24] Kesultanan Pasir merupakan salah satu daerahleenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178.
Referensi
4. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan
ke-19. PT Balai Pustaka. ISBN 9794074101.ISBN 9789794074107
5. ^ (Inggris)Royal Geographical Society (Great Britain) (1856). A Gazetteer of the world: or, Dictionary of geographical
knowledge, compiled from the most recent authorities, and forming a complete
body of modern geography -- physical, political, statistical, historical, and
ethnographical 5. A. Fullarton.
6. ^ (Belanda) Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863.
D. A. Thieme. hlm. 2.
8. ^ (Belanda) {1853)Verhandelingen en berigten betrekkelijk het zeewezen en
de zeevaartkunde 13. hlm. 358.
9. ^ Vr, Cilik Riwut. Kalimantan Membangun alam dan kebudayaan, PT. Tiara
Wacana Yogya, cetakan pertama 17 Agustus 1993 halaman 119-120
10. ^ (Belanda) J.L.A. Brandes, Nāgarakrětāgama; Lofdicht van Prapanjtja op
koning Radjasanagara, Hajam Wuruk, van Madjapahit, naar het eenige daarvan
bekende handschrift, aangetroffen in de puri te Tjakranagara op Lombok 1902.
11. ^ a b c (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti
Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian
PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul
Ehsan, Malaysia 1990.
12. ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga
Kebudajaan Indonesia (1857). Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde6.
Lange & Co. hlm. 241.
13. ^ Sudah itu maka Marhum Panembahan menyuruh Kiai Lurah Tjutjuk orang
empat puluh sebuah perahu ke Pasir, ia itu mengambil Haji Tunggul serta anak isterinya
- Artinya Haji (Aji) itu orang besarnya, bukannya haji artinya orang datang
dari Mekkah - Sudah itu datang Haji Tunggul itu dengan anak isterinya serta
keluarganya. Sudah itu anaknya yang perempuan bernama Haji Ratna itu dijadikan
oleh Marhum Panembahan lawan Dipati Ngganding. Hatta sudah itu beranak
perempuan dinamai Andin Djuluk. Sudah itu beranak pula itu perempuan namanya
Andin Hayu. Banyak tiada tersebut (Cuplikan HIKAYAT BANJAR).
14. ^ (Inggris)Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië 23 (1-2).
Nederlandsch-Indië. hlm. 198.
15. ^ Putri di Dalam Petung merupakan gelar anumerta yang
berkaitan dengan mitos putra/putri yang keluar dari buluh betung sebagai cikal
bakal dinasti raja-raja yang banyak terdapat dalam mitos Melayu.
17. ^ Kemudian lagi tersebut ada seorang anak orang besar Pasir bernama
Raden Aria Mandalika. Asal bapanya itu priyayi dari Giri beristerikan anak Haji
Tunggul, orang Pasir. Maka Raden Aria Mandalika datang ke Martapura
diperisterikan lawan Gusti Limbuk itu, saudara Raden Kasuma Raga itu. Maka
pangandika Marhum Panembahan pada Haji Tunggul itu: "Dahulunya anak Haji
Tunggul itu menjadi pawaranganku jadi mintuha oleh Dipati Anta-Kasuma itu, maka
sekarang ini Aria Mandalika ini sudah beristeri lawan cucuku Si Dayang Limbuk.
Adapun akan upati di Pasir itu akan berikan arah cucuku itu. Lamun ada
suruhanku meminta atau maambili maka serahkan, lamun tiada itu jangan seperti
zaman dahulu kalanya itu." Maka sembah Haji Tunggul itu:"Kaula
junjung kaula suhun nugraha sampian itu atas batu kepala kaula." Itulah
mulanya Pasir itu maka tiada tiap-tiap tahun menghantarkan upati ke Banjar, ke
Martapura itu (Cuplikan HIKAYAT BANJAR).
18. ^ a b c d e f g (Indonesia) Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan
Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-
Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen
Perhubungan dengan Rakjat 1965
19. ^ Kemudian daripada itu tatkala Kiai Martasura ke Mangkasar, zaman Karaing
Patigaloang itu, ia menyuruh pada Marhum Panembahan itu meminjam Pasir itu akan
tempatnya berdagang serta bersumpah: "Barang siapa anak cucuku hendak
aniaya lawan negeri Banjar mudah-mudahan dibinasakan Allah itu." Maka
dipinjamkan oleh Marhum Panembahan. Itulah mulanya Pasir - serta diberi desa
namanya Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap, dan Sawarangan itu,
Banacala, Balang Pasir danKutai dan Berau serta Karasikan - itu tiada mahanjurkan hupati
ke Martapura itu. (Cuplikan HIKAYAT BANJAR)
20. ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Lembaga
Kebudajaan Indonesia (1853). Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde1.
Lange & Co.
22. ^ Seksi Sejarah Perlawanan Terhadap Belanda, Jilid 2 Seksi Sejarah
Perlawanan Terhadap Belanda, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasional (Indonesia), Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1982
23. ^ (Belanda) Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen,
Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Volume 13, 1853
24. ^ (Belanda) Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met
portretten, platen en een terreinkaart, Bagian 1, D. A. Thieme, 1865
Pranala luar
Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar