Kesultanan Kalinyamat Kerajaan Kalinyamat | ||||||
| ||||||
| ||||||
Ibukota | Kalinyamat | |||||
Bahasa | Jawa | |||||
Agama | Islam | |||||
Pemerintahan | Monarki | |||||
? | ||||||
- | 1527-1536 ¹ | Ratu Kalinyamat | ||||
- | 1536-1546 ¹ | Sultan Hadlirin | ||||
- | 1546-1579 | Ratu Kalinyamat | ||||
- | 1579-1599 | Pangeran Arya Jepara | ||||
Sejarah | ||||||
- | Berdirinya kota pelabuhan Jepara | 1527 | ||||
- | Wafatnya Pangeran Arya Jepara | 1599 | ||||
¹ (1475-1478 sebagai bawahan Kesultanan Demak) |
Letak Kerajaan Kalinyamat menurut cerita keratonya terdapat di dekat dengan
Laut itu terbukti dengan ditemukan Siti Inggil/ Bekas Keratonya di Desa Kriyan
yang tidak jauh dari dua Desa yang dahulunya adalah laut/teluk yaitu Desa Teluk
Kulon dan Desa Teluk Wetan. Meski kini tidak kelihatan bahwa Desa Teluk Kulon
dan Desa Teluk Wetan bekas laut tetapi jika tanah kedua desa tersebut digali
hingga 3 meter akan ditemukan batu karang, pasir laut, hingga kerang-kerang
laut maka terbukti bahwa desa ini bekas laut/teluk. Hal itu terjadi kepada
setiap warga Desa Teluk Wetan dan Desa Teluk Kulon setiap membuat sumur pasti menemukan pasir laut, kerang-kerang laut, hingga
batu karang laut.
Petilasan
Petilasan Kerajaan Kalinyamat yang masih ada, yaitu:
Senjata Pusaka
·
Keris Tegalsambi
Keraton
Keraton merupakan tempat dimana pemerintahan di jalankan. Kerajaan
Kalinyamat memiliki dua keraton, yaitu:
·
Keraton Kalinyamat, di Kriyan
Kanjeng Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono, lahir rabu pahing, Romadlon
1514. Putri dari Kanjeng Sultan Trenggono,Sultan Demak (1504-1546) dengan Roro
Purbayan. Retno Kencono diberi kekuasaan memimpin Jepara pada Tanggal 10 April
1527 (TrusKaryo Tataning Bumi) karena diberi Amanat oleh Faletehan yang akan
pergi menyerang Portugis di Sunda Kelapa yang akhirnya menjadi Sultan disana 22
Juni 1527. Retno Kencono juga resmi disyahkan oleh Kanjeng Sultan Trenggono,
ayahnya. Sehingga pada 1 Juni 1527 dimulai pembuatan Keraton di Kalinyamatan, Jepara. Pada
12 Agustus 1527 Retno Kencono melantik Pejabat Keratonnya. Tahun 1528 Kanjeng
Ratu Kalinyamat pergi ke Cirebon. Disana bertemudengan perempuan yang sangat sakti
dengan aliran Tauhid Hakikat ‘’Manunggaling Kawulo Gusti’’. Perempuan asal Aceh
keturunan Mesir, yang bernama Nur Hasnah,
berjuluk Syeh Siti Jenar, dengan rambut bersanggul di atas kepala dan
berkerudung warna kuning Emas banyak disangka sebagai rambut jenggot seorang
laki-laki. Keraton Kalinyamat menghadap ke timur dengan 3 Pintu Gerbang, yaitu:
1. PintuGerbang pertama
saat ini berada di perbatasan Jepara Kudus, berupa hutan sampaike pintu kedua.
2. Pintu Gerbang kedua
berupa dua pohon pisang kembar yang saat ini berada di DesaGedangan, berupa
tanah lapang sampai pintu Gerbang ketiga. Disitu hanyatersedia 2 kursi tamu,
dan seekor macan Klawuk.
3. Pintu Gerbang ketiga,
saat ini berada di Desa Kriyan Langsung menuju Siti Hinggil saat ini berada di
belakang SMP Islam Sultan Agung 3 Kalinyamatan, sebagai tempat
penerimaantamu. Di bagian belakang Istana digunakan sebagai tempat berdakwah
Kanjeng Syeh Siti Jenar dalam menyebarkan Tauhid Hakikat. Dan Kanjeng Ratu
Kalinyamat adalah murid kesayangan Syeh Siti Jenar. Kanjeng Ratu Kalinyamat
sangat menyukai kerudung warna merah.
Sebagai seorang yang beraliran Tauhid Hakikat. Kanjeng Ratu Kalinyamat
mejadikan Istananya hanya dihuni perempuan. Patih yang bernama Sri Rahayu
Anjani. Panglima Perang, Sri Rekso Arum. Juru masak, Sri Anjani Kerto Rahayu.
Algojo, Sri Endang Lesmono. Telik Sandi, Rinjani. Dayang Retno Dumilah, Roro
Sumangkin. Guru spiritual, Syeh SitiJenar. Cuma telik Sandi Panji Lanang,
satu-satunya pria. Namun kerjanya di luar Gerbang Keraton. Hewan-hewan
peliaraan keraton hampir semuanya jantan. Ada harimau tunggangan bernama
Penggolo. Burung Garuda Emas, Kera Surya kencono, Tikus Piti, Kidang Kencana,
Naga Kencana, Kerang Cangkang Wojo, Keong Buntet, dan ditambah lagi Bunga
Kenanga Putih kesukaan Kanjeng Ratu Kalinyamat. Kedelapanhewan dan ditambah satu Bunga
Kenanga Putih, dilambangkan dengan adanya Tundan Songo. Tundan Songo saat ini
adalah tangga masuk menuju Astana Mantingan.
·
Keraton Mantingan, di Mantingan
Sultan Trenggono memberikan tanah dan biaya untuk mendirikan Keraton Islam
di Mantingan kepada Sunan Hadlirin danWali Songo. Sunan Hadlirin juga ditunjuk
Sebagai Sultanya. Dan diberi gelar “Sultan Hadlirin”. Persaingan penyebaran
Agamasangat ketat antara Wali Songo yang berpadepokan di Kasultanan Mantingan
denganTauhid Hakikat yang bermarkas di Keraton Kalinyamat. Selama tiga tahun
para Wali mendirikan Keraton. Di depan keraton ada pagar yang dihuni 10 ekor
Kerbau. Dikandang kerbau juga terdapat genangan air yang disebut Belik yang
tidak pernah kering. Sehingga pada masa itu, Keraton Mantingan disebut Keraton
Kandang Kerbau. Kanjeng Ratu Kalinyamat penasaran dengan Sultan Hadlirin yang diberi kekuasaan baru oleh ayahnya. Kanjeng Ratu Kalinyamat sering
berpura-pura menyerang Kesultanan Mantingan dengan alasan urusan perbedaan
agama, agar bisa bertemu dengan RadenToyib. Setelah bertemu, Kanjeng Ratu
Kalinyamat dan Sultan Hadlirin sama-sama jatuh hati. Setelah Sunan Hadirin
menikah dengan Ratu Kalinyamat maka Kesultanan Mantingan dan Kerajaan
Kalinyamat melebur menjadi Kesultanan Kalinyamat dan pusat pemerintahan
dipindahkan ke Keraton Astana Mantingan. Abdul Jalil, Kerabat Kanjeng Sunan
Hadlirin, dijadikan Telik sandi Keraton Jepara bagian utara. Telik sandi bagian
selatan dipercayakan pada seorang permpuan bernama Sanjang yang saat ini
Makamnya di desa Petekeyan, Tahunan,
Jepara.
Hewan Keraton
Ratu Kalinyamat terkenal tegas tetapi Ratu Kalinyamat memiliki hati yang
lembut, karena Ratu Kalinyamat memiliki beberapa hewan peliharaannya,
Hewan-hewan peliaraan Keraton Kalinyamat hampir semuanya jantan, yaitu:
·
Harimau Tunggangan bernama Penggolo
·
Macan Klawuk
·
Burung Garuda Emas
·
Kera Surya Kencono
·
Tikus Piti
·
Kidang Kencana
·
Naga Kencana
·
Kerang Cangkang Wojo
·
Keong Buntet
·
Kuda Kencono Putih
·
Kuda Kencono Wangi
Kebesaran Ratu Kalinyamat pernah dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de
Couto, sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica yang berarti Ratu
Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa. Selama 30 tahun kekuasaannya
(1549-1579), ia berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya. Meski pada
hakikatnya Jepara merupakan bagian dari Kesultanan Demak, tapi secara de facto
Jepara memiliki kekuasaan dan kewibawaan paling tinggi. Pada waktu itu Kesultanan Demak dipimpin oleh Pangeran Pangiri, putra bungsu Sultan Trenggana. Tapi
pengaruh Demak tidaklah sehebat pengaruh Jepara. Hal ini disebabkan karena Jepara sangat
kuat dalam bidang ekonomi dan militer.
Ratu Kalinyamat berhasil menghidupkan kembali perekonomian Jepara yang
telah porak poranda akibat perang saudara yang berkepanjangan. Ia menjadikan
pelabuhan Jepara sebagai pelabuhan transit bagi perdagangan nusantara. Saat itu
Pelabuhan Jepara sangat ramai oleh pedagang-pedagang dari Ambon yang membawa
rempah-rempah. Jepara, Banten, Semarang mernjual beras bagi para pedagang Ambon.
Sedangkan Ambon menjadi produsen rempah-rempah bagi seluruh kerajaan di Jawa. Tercatat
pedagang-pedagang Aceh, Malaka, Banten, Demak, Semarang, Tegal, Bali, Makassar, Banjarmasin, Tuban dan Gresik turut meramaikan pelabuhan Jepara . Dapat dikatakan Pelabuhan Jepara
menjadi tempat transaksi perdagangan berskala internasional. Ratu Kalinyamat
pun memungut cukai bagi setiap kapal yang bertransaksi di Pelabuhan Jepara.
Hasil perdagangan beras dan cukai tersebut menjadikan Jepara sebagai Kerajaan
yang makmur, kaya raya.
Dengan kekayaannya, Ratu Kalinyamat membangun armada Laut yang sangat kuat
untuk melindungi kerajaannya yang bercorak maritim. Sebagai Kerajaan Maritim
yang bercorak Islam, Kerajaan Jepara sangat dihormati dan disegani oleh
kerajaan-kerajaan Islam lainnya. Kekuatan armada laut Kerajaan Jepara sudah
tersohor di seluruh nusantara. Banyak kerajaan-kerajaan lain yang meminta
bantuan armada laut Jepara untuk melindungi negerinya. Saat itu Ratu Kalinyamat
sangat berpengaruh di Pulau Jawa. Ia adalah Ratu yang memiliki posisi politik
yang kuat dan kondisi ekonomi yang kaya raya. Ia menjalin hubungan diplomatik
yang sangat baik dengan Kerajaan-kerajaan Maritim Islam lainnya. Jepara menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Johor, Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten, Kesultanan Cirebon, Ambon dan Kesultanan Demak.
Masa Kemunduran
Ratu Kalinyamat tidak mempunyai anak oleh itu kemenakannya, yang dijadikan
anak angkat, bernama Pangeran Jepara (anak SultanMaulana
Hasanudin dari Kesultanan Banten), menggantikannya sebagai penguasa Jepara.
Pangeran, yang diberitakan pernah berusaha menduduki tahta Banten dan berhasil
menduduki Bawean ini, berkuasa sampai tahun 1599. Kekuasaannya berakhir karena
pasukan Panembahan Senopati dari Mataram datang menyerbu. Jepara diduduki dan kota Kalinyamat
dihancurkan. Tidak ada kabar mengenai nasib keluarga penguasa dan orang-orang
penting Jepara waktu itu. Sejak saat itu pula Jepara dipimpin oleh pejabat
setingkat bupati yang ditunjuk oleh Kesultanan Mataram.
Kematian Pangeran Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya
yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka,
Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.
Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam
konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat
datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa
muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi
wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.
Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di
tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat
tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga
oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut
desa Prambatan.
Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat,
Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang
berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu,
dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat,
dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis.
Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang
sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo,
disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang
dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia
kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan
berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya,
yaituHadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang,
karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.
Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena
sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah
tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat
siasat cerdik Ki Juru Martani.
Serangan Pertama Ratu Kalinyamat ke Malaka pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang
tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan
Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.
Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550
ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.
Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu
hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari
utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil
membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan
Jepara masih bertahan.
Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran
selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit
Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali
ke pantai Malaka,
dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke
Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.
Serangan Kedua Ratu Kalinyamat ke Malaka pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Ali
Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak
untuk menyerang Portugis di Malaka.
Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya.
Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.
Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu
Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000
prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba
di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah
dipukul mundur oleh Portugis.
Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun
pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis.
Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun
tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis.
Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat
direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah
awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di
Jawa.
Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah
menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis
mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica,
de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa,
seorang perempuan pemberani".
Serangan Ratu Kalinyamat ke Ambon pada Portugis
Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.
Pengganti Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat
makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang
pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putera bungsu
Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri,
putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran
Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggono).
Keris Ki Walung Singkal
Ayah Pangeran Arya
Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten.
Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya
Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang
Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih Mangkubumi Kesultanan Banten.
Kepustakaan
·
De Graaf HJ, Pigeaud ThGT. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti
·
Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada
Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar