Kesultanan Berau
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Berau
|
|
Berdiri
|
|
Didahului oleh
|
tidak diketahui
|
Digantikan oleh
|
|
Pemerintahan
-Raja pertama -Raja terakhir |
|
Sejarah
-Didirikan -Zaman kejayaan -Krisis suksesi |
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji
Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya
berada di Sungai Lati, Kecamatan
Gunung Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi
dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya daerah-daerah milik
Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah Bulungan dan Tidung(kemudian
ditaklukan Sultan Sulu).[4] Negara Berau kuno meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala Kerajaan
Brunei di Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat di perbatasan dengan mandala Kerajaan Kutai. Salah satu dari lima daerah
bagian Berau adalah Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama
Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan,
Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung
Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata
Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan
Kinabatangan berbatasan dengan Brunei.[5][6] Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar, "negara
Berau" (yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung, Bulungan dan
Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara
bagian di dalam "negara Banjar Raya".[7][8][9] Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk
dalam zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van
Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8[10]
Raja pertama
Aji
Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja yang bijak
dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400 hingga 1432[3] ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426[11]Dibawah
pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta
menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan
sebutan "Banua", di antaranya Banua Merancang, Banua Pantai, Banua Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung. Dalam catatan sejarah,
Aji Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia
adalah figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang
pertama ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN).[3] Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran[12]
Hubungan Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar
Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu
Prapañca tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah ditaklukanKerajaan
Majapahit oleh Gajah Mada,
kemungkinan Berau masih memakai nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung
(sebuah negeri lama di Kabupaten Berau). Hikayat Banjar[13] yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663, menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja
Suryanata, penguasa Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa).
Menurut Hikayat Banjar,
sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit
yang menjadi raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang
besar (penguasa) Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan
orang besar, jadi bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja
Sukadana. Berau dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= kerajaan di sebelah timur atau utara)
yang telah membayar upeti. [14] Hubungan Berau dengan Kesultanan Banjar di masa Sultan Suryanullah/Sultan Suriansyah/Pangeran
Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu itu Berau salah satu negeri yang turut mengirim
pasukan membantu Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri
yang mengirim upeti. [15] Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar
(Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai, Berau
dan Karasikan sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain Billah/Marhum
Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian
dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu
Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau
tidak lagi mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. [13]
Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel (1750-1761) dibuat perjanjian antara Sultan Sepuh/Tamjidullah I (1734-1759) dari Banjar dengan Kompeni Belanda ditandatangani pada 20 Oktober 1756. Dalam
perjanjian tersebut Kompeni Belanda akan membantu Sultan Tamjidullah I untuk
menaklukkan kembali daerah Kesultanan Banjar yang telah memisahkan diri termasuk di antaranya Berau, negeri-negeri tersebut yaitu Berau, Kutai, Pasir, Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya masing-masing. Kalau berhasil maka Seri Sultan
akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut dan selanjutnya Seri
Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut untuk menyerahkan hasil
dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni Belanda dengan perincian
sebagai berikut :
1. Berau, 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
2. Kutai, 20 pikul
sarang burung dan 40 pikul lilin.
3. Pasir, 40 tahil emas
halus dan 20 pikul sarang burung, serta 20 pikul lilin
4. Sanggau, 40 tahil
emas halus dan 40 pikul lilin
5. Sintang, 60 tahil
emas halus dan 40 pikul lilin
6. Lawai, 200 tahil emas halus, dan 20 pikul
sarang burung
·
Sultan Adam
Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan Belanda yang di
antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri Berau dan
daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian itu terdiri
atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan
politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda
di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda
dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.
Referensi
Sumber
8. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan
ke-19. PT Balai Pustaka. ISBN 9794074101.ISBN 9789794074107
9. ^ (Inggris)Royal Geographical Society (Great Britain) (1856). A Gazetteer of the world: or, Dictionary of geographical
knowledge, compiled from the most recent authorities, and forming a complete
body of modern geography -- physical, political, statistical, historical, and
ethnographical 5. A. Fullarton.
12. ^ (Inggris)Hoskins, Janet (1996). Headhunting and the social imagination in
Southeast Asia. Stanford University Press. ISBN 0804725756.ISBN 9780804725750
13. ^ a b (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti
Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim
Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
14. ^ Hatta berapa lamanya maka raja perempuan (Putri Junjung Buih/Bhre
Tanjungpura?) itu hamil pula. Sudah genap bulannya genap harinya maka beranak
laki-laki pula. Maka tahta kerajaan, beranak itu seperti demikian jua, dinamai
Raden Suryawangsa. Kemudian daripada itu, Raden Suryaganggawangsa itu sudah
taruna, Raden Suryawangsa itu baharu kepinggahan (= lepas gigi) itu, maka
seperti raja Sukadana, seperti raja Sambas, seperti
orang besar-besar Batang Lawai, seperti orang besar di Kota
Waringin, seperti raja Pasir, seperti Kutai,
seperti Karasikan,
seperti orang besar di Berau, sekaliannya itu sama takluk pada Maharaja
Suryanatadi Negara-Dipa itu. Majapahit pun,
sungguh negeri besar serta menaklukkan segala negeri jua itu, adalah raja
Majapahit itu takut pada Maharaja Suryanata itu. Karena bukannya raja seperti
raja negeri lain-lain itu asalnya kedua laki-isteri itu maka raja Majapahit
hebat itu; lagi pula Lambu Mangkurat itu yang ditakutinya oleh
raja Majapahit dan segala menteri Majapahit itu sama hebatnya pada Lambu
Mangkurat itu. Maka banyak tiada tersebutkan. (Cuplikan Hikayat Banjar)
15. ^ Sudah itu maka orang Sebangau,
orang Mendawai,
orang Sampit,
orang Pembuang,
orang Kota Waringin,
orang Sukadana,
orang Lawai, orang Sambassekaliannya itu dipersalin sama disuruh
kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan
upetinya, musim timur kembali itu. Dan orangTakisung,
orang Tambangan
Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam,
orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama
disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu
mahanjurkan upetinya, musim barat kembali. (Cuplikan Hikayat Banjar)
Pranala luar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar