Kerajaan Janggala
Janggala adalah salah satu dari dua pecahan
kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana.
Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Lokasi
pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur.
Etimologi
Nama Janggala diperkirakan berasal kata "Hujung Galuh", atau
disebut "Jung-ya-lu" berdasarkan catatan China. Hujung Galuh terletak
di daerah muara sungai Brantas yang diperkirakan kini menjadi bagian kota Surabaya. Kota ini
merupakan pelabuhan penting sejak zaman kerajaan Kahuripan, Janggala, Kediri,
Singhasari, hingga Majapahit. Pada masa kerajaan Singhasari dan Majapahit
pelabuhan ini kembali disebut sebagai Hujung Galuh.
Pembagian Kerajaan oleh Airlangga
Pusat pemerintahan Janggala terletak di Kahuripan. Menurut
prasasti Terep, kota Kahuripan didirikan oleh Airlangga tahun 1032, karena ibu kota yang lama, yaitu Watan Mas direbut seorang
musuh wanita.
Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang, pada tahun 1042 pusat
pemerintahan Airlangga sudah pindah ke Daha.
Tidak diketahui dengan pasti mengapa Airlangga meninggalkan Kahuripan.
Pada tahun 1042 itu pula, Airlangga turun takhta. Putri mahkotanya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi lebih dulu memilih kehidupan sebagai pertapa, sehingga timbul perebutan
kekuasaan antara kedua putra Airlangga yang lain, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Sri Samarawijaya mendapatkan Kerajaan Kadiri di sebelah barat yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji
Garasakan mendapatkan Kerajaan Janggala di sebelah
timur yang berpusat di kota lama, yaituKahuripan.
Raja-Raja Janggala
Pembagian kerajaan sepeninggal Airlangga terkesan sia-sia, karena antara kedua putranya tetap saja terlibat perang
saudara untuk saling menguasai.
Pada awal berdirinya, Kerajaan Janggala lebih banyak meninggalkan bukti
sejarah dari pada Kerajaan Kadiri.
Beberapa orang raja yang diketahui memerintah Janggala antara lain:
1. Mapanji Garasakan,
berdasarkan prasasti Turun Hyang II (1044), prasasti Kambang Putih, dan
prasasti Malenga (1052).
2. Alanjung Ahyes,
berdasarkan prasasti Banjaran (1052).
3. Samarotsaha,
berdasarkan prasasti Sumengka (1059).
Akhir Kerajaan Janggala
Meskipun raja Janggala yang sudah diketahui namanya hanya tiga orang saja,
namun kerajaan ini mampu bertahan dalam persaingan sampai kurang lebih 90 tahun
lamanya. Menurut prasasti Ngantang (1035), Kerajaan Janggala akhirnya
ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya raja Kadiri, dengan semboyannya yang terkenal,
yaitu Panjalu Jayati, atau Kadiri Menang.
Sejak saat itu Janggala menjadi bawahan Kadiri. Menurut Kakawin
Smaradahana, raja Kadiri yang bernama Sri Kameswara, yang
memerintah sekitar tahun 1182-1194, memiliki permaisuri seorang putri Janggala
bernama Kirana.
Janggala sebagai Bawahan Majapahit
Setelah Kadiri ditaklukkan Singhasari tahun 1222, dan selanjutnya oleh Majapahit tahun 1293, secara otomatis Janggala pun ikut dikuasai.
Pada zaman Majapahit nama Kahuripan lebih populer dari pada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer dari pada Kadiri. Meskipun demikian, pada prasasti
Trailokyapuri (1486), Girindrawardhana raja Majapahit saat itu menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatikta-Janggala-Kadiri.
Bhre Kahuripan
Janggala dalam Karya Sastra
Adanya Kerajaan Janggala juga muncul dalam Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365. Kemudian muncul pula dalam naskah-naskah sastra
yang berkembang pada zaman kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, misalnya Babad
Tanah Jawi dan Serat Pranitiradya.
Dalam naskah-naskah tersebut, raja pertama Janggala bernama Lembu Amiluhur, putra Resi Gentayu alias Airlangga. Lembu
Amiluhur ini juga bergelar Jayanegara. Ia digantikan putranya yang bernama Panji Asmarabangun, yang bergelar Prabu
Suryawisesa.
Panji Asmarabangun inilah yang sangat terkenal dalam kisah-kisah Panji. Istrinya bernama Galuh
Candrakirana dari Kediri. Dalam pementasanKetoprak, tokoh
Panji setelah menjadi raja Janggala juga sering disebut Sri Kameswara. Hal
ini jelas berlawanan dengan berita dalam Smaradahanayang
menyebut Sri Kameswara adalah raja Kadiri, dan Kirana adalah putri Janggala.
Selanjutnya, Panji Asmarabangun digantikan putranya yang bernama Kuda Laleyan, bergelar Prabu Surya
Amiluhur. Baru dua tahun bertakhta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya
Amiluhur terpaksa pindah ke barat mendirikan Kerajaan
Pajajaran.
Tokoh Surya Amiluhur inilah yang kemudian menurunkan Jaka Sesuruh, pendiri Majapahit versi dongeng. Itulah sedikit kisah tentang Kerajaan Janggala versi babad
dan serat yang kebenarannya sulit dibuktikan dengan fakta sejarah.
Kepustakaan
·
Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
·
Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar