KERAJAAN BLAMBANGAN
Kesultanan Blambangan Kerajaan Blambangan | |||||
| |||||
Ibukota | Banyuwangi | ||||
Bahasa | Jawa | ||||
Agama | Hindu | ||||
Pemerintahan | Monarki | ||||
? | |||||
- | 1540-1541 ¹ | Prabu Tawang Alun | |||
- | 1541-1542 | Ki Gusti Ngurah Panji Sakti | |||
- | 1542-1547 | Ken Dedes | |||
Sejarah | |||||
- | RamainyaSemenanjung Blambangan | 1536 | |||
- | Wafatnya Ken Dedes | 1580 | |||
¹ (1475-1478 sebagai bawahan Mataram) |
Kerajaan Blambangan adalah kerajaan yang berpusat di Ujung paling timur pulau Jawa. Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa.
Di abad ke-16, satu-satunya kerajaan Islam
yang berarti di Jawa Timur adalah Pasuruan. Daerah lain masih dipimpin penguasa yang
beragama Hindu. Kemungkinan besar terjadi perang antara Pasuruan dan Blambangan pada tahun 1540-an, 1580-an dan 1590-an. Rupanya pada tahun 1600 atau 1601 ibukota Blambangan ditaklukkan.
Menurut babad Jawa dan juga penulis
Belanda François Valentyn, pada abad ke-17, Blambangan
adalah bawahan Surabaya, namun hal
ini diragukan. Yang jelas, Sultan
Agung dari Mataram (bertahta 1613-1646), yang menyerang Blambangan tahun 1633, tidak pernah
dapat menaklukkannya.
Tahun 1697 Blambangan ditaklukkan oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti,
raja Buleleng di Bali Utara, mungkin dengan bantuan Surapati Raja Blambangan Prabu Tawang Alun dikalahkan dan untuk sementara Ki Gusti Ngurah Panji Saktimenunjuk
perwakilannya untuk memerintah Blambangan sementara, I Gusti Anglurah Panji Sakti memberikan kekekuasaan Kerajaan Blambangan kepada Cokorda Agung Mengwi setelah dinikahkan putri Raja Mengwi tersebut.
Setelah Blambangan dalam kendali Mengwi, Badung Ditunjuklah keturunan Prabu Tawang Alun untuk memegang Kerajaan Blambangan
yaitu Pangeran Danuningrat, dimana Prabu Danuningrat untuk mengikat kesetiaan
ia beristrikan Putri Cokorda Agung Mengwi.
Sebelum menjadi kerajaan berdaulat,
Blambangan termasuk wilayah taklukan Bali. Kerajaan Mengwi pernah menguasai wilayah
ini. Usaha penaklukan Kesultanan
Mataram terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah
yang menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak
pernah masuk pada budaya Jawa Tengahan, sehingga kawasan tersebut hingga kini
memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku.
Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang berasal dari
wilayah Blambangan.
Silsilah Kerajaan
Blambangan
Silsilah Awal
·
Mpu Withadarma
·
Mpu Bhajrastawa
·
Mpu Lempita
·
Mpu Gnijaya
·
Mpu Wiranatha
·
Mpu Purwantha
·
Ken Dedes
·
Mahisa Wonga Teleng
·
Mahisa Campaka
·
Lembutal
·
Rana Wijaya/Raden Wijaya
·
Tribuana Tunggadewi
·
Hayam Wuruk
·
Wikramawardhana
·
Kerta Wijaya
·
Cri Adi Suraprabawa
·
Lembu Anisraya/Minak Anisraya
·
Mas Sembar/Minak Sembar
·
Minak Gadru ( Memerintah Prasada/Lumajang): Minak Gadru menurunkan Minak
Lampor yang memerintah di Werdati-Teposono-Lumajang.
·
Minak Cucu (Memerintah Candi Bang/Kedhaton Baluran): Minak Cucu terkenal
dengan sebutan Minak Djinggo penguasa Djinggan beliau berputra SONTOGUNO yang
memerintah Blambangan pada 1550 hingga 1582.
·
Minak Lampor
·
Minak Lumpat (Sebagai Raja di Werdati)
·
Minak Luput (Sebagai Senopati)
·
Minak Sumendi (sebagai Karemon/Agul Agul)
Kemudian Minak Lumpat atau SUNAN REBUT
PAYUNG berputra Minak Seruyu/Pangeran Singosari (Sunan Tawang Alun I), Pangeran
Singosari menaklukan Mas Kriyan dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak
ada keturunannya, Sunan Tawang Alun I memerintah wilayah Lumajang, Kedawung dan
Blambangan pada tahun 1633-1639
Gusti Sunan Tawang Alun I memiliki
Putra :
·
Gede Buyut
·
Mas Ayu Widharba
·
Mas Lanang Dangiran (Mbah Mas Brondong)
·
Mas Senepo/Mas Kembar
·
Mas Lego.
selanjutnya Mas Lego menurunkan MAS
SURANGGANTI dan MAS SURODILOGO (MBAH KOPEK), Sementara Mas Lanang Dangiran
menurunkan Mas Aji Reksonegoro dan Mas Danuwiryo.
Silsilah Setelah Tawang Alun I
Mas Senepo inilah yang kemudian memerintah
Kedhaton Macan Putih bergelar Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun, Dimana beliau
memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan 1645 hingga 1691, pada masa
Pemerintahan Susuhunan Gusti Prabhu Tawang Alun Blambangan maju dengan pesat
dimana kekuasaannya menyatu hingga ke lumajang. Gusti Prabhu Tawang Alun
memiliki dua Permaisuri dan beberapa selir, sehingga terjadi beberapa garis
keturunan.
Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun memiliki
putra putri dari Mas Ayu Rangdiyah (MA. Rangdiyah adalah selir Sinuhun Gusti
Adhiprabhu Sultan Agung Mataram, dimana ketika hamil 3
Bulan diserahkan pada Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun) :
·
Pangeran Pati, Menikah dengan Puteri Untung Surapati, menurunkan :
·
Pangeran Putro/Mas Purbo/ Danurejo.
Sementara itu Sinuhun Gusti Prabhu Tawang
Alun dari Permaisuri lainnya yaitu Mas Ayu Dewi Sumekar (Blater)
menurunkan :
·
Dalem Agung Macanapuro
·
Dalem Patih Sasranegoro/Pangeran Dipati Rayi
·
Pangeran Keta
·
Pangeran Mancanegara
·
Pangeran Gajah binarong
sementara dari para selir Sinuhun Gusti
Prabhu Tawang Alun menurunkan :
·
Mas Dalem Jurang mangun
·
Mas Dalem Puger
·
Mas Dalem ki Janingrat
·
Mas Dalem Wiroguno
·
Mas Dalem Wiroluko
·
Mas Dalem Wiroludro
·
Mas Dalem Wilokromo
·
Mas Dalem Wilo Atmojo
·
Mas Dalem Wiroyudo
·
Mas Dalem Wilotulis
ketika Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun
wafat terjadi pengangkatan Pangeran Pati sebagai Raja Blambangan Macan Putih,
hal ini menjadi permasalahan mengingat Pangeran Pati sejatinya adalah keturunan
Sinuhun Gusti Adhiprabhu Sultan Agung,
sehingga menimbulkan peperangan antara Pangeran Pati dan Dalem Agung Macanapuro
dan juga Pangeran Dipati Rayi.
Pangeran Pati dikalahkan namun putranya
yaitu pangeran Putro/ Danurejo menggantikan beliau, tercatat perang saudara
tersebut berlangsung lama dan baik Macanapuro, Danurejo dan Sosronegoro sempat
memimpin Blambangan menjadi raja namun hanya sebentar mengingat perang rebut
tersebut terus menerus berlangsung.
Dipati Rayi mengamuk dan merusak Kedhaton
Macan Putih pangeran dipati Rayi beliau baru berhenti karena meninggal akibat
senjata Ki Buyut Wongsokaryo yaitu Tulup Ki Baru Klitik.
Perang saudara setelah swargi Sinuhun
Gusti Prabhu Tawang Alun, membuat macan putih menjadi rusak dan baik Gusti Prabhu
Macanapuro, Gusti Prabhu Sosronegoro/Dipati Ray, Pangeran Patii maupun Gusti
Prabhu Danurejo seluruhnya meninggal- swargi. Yang paling mengesankan adalah
kemarahan Dipati Rayi yang sangat sakti beliau juga adalah murid Ki Buyut
Wongsokaryo yang juga guru dari Gusti Prabhu Tawang Alun, kesaktian Dipati Rayi
atau Prabhu Sosronegoro membuat Kedhaton Macan Putih hancur, para agul agul
berperang secara lingsem (malu).
Gusti Prabhu Danurejo memiliki permasyuri
Mas Ayu Gendhing dari perkawinan tersebut memiliki Putra :
·
Pangeran Agung Dupati
Sementara dari selir (kakak Ipar Gusti
Agung Mengwi/Raja Mengwi) beliau berputra :
Karena kacaunya perang saudara Pangeran
Gung Dupati dan Pangeran Mas Sirno diungsikan sampai perang mereda dan
Pangerang Gung Dupati diangkat Menjadi Raja Blambangan yang bergelar Sinuhun
Gusti Prabhu Danuningrat memerintah Blambangan Kedhaton Macan putih pada tahun 1736-1763
Di akhir abad ke-18, setelah terjadi
perang Puputan Bayu 1771 VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam
karisidenan Besuki, dan mengangkat Mas Alit sebagai KRT Wiroguno
sebagai Bupati Pertama dimulai dari KRT Wiroguno inilah dinasti Kerajaan
Blambangan secara pasti dan terpercaya telah memeluk Islam, generasi diatas KRT
Wiroguno tidak terdapat sumber terpercaya telah memeluk Agama Islam.
Hilangnya Blambangan bagi Bali merupakan
suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali
percaya bahwa moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan
ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa.
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi
objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan blambangan adalah Tembok Rejo,
berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km
terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari
masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. Siti Hinggil
atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan setinggil yang artinya Siti
adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi.Objek Siti Hinggil ini berada di
sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara
TPI/Tempat Pelelangan ikan). Siti Hinggil ini merupakan pos pengawasan
pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa batu
pijakan yang terletak di atas gundukan batu tebing yang mempunyai
"keistimewaan" untuk mengawasi keadaan di sekitar teluk pang Pang dan
Semenanjung Blambangan. Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini
tersimpan di museum daerah berupa Guci dan asesoris gelang lengan, sedangkan
kolam dan Sumur kuno yang ditemukan masih berada di sekitar Pura Agung
Blambangan yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.
Di samping itu pada lokasi Keraton Macan
Putih didaerah Kecamatan Kabat didapati relief
arkeologi dan benda benda yang terkubur saat ini dilokasi seluas 44 Hectare yang telah menjadi
persawahan dan kebun sering didapati benda arkeologi milik kerajaan, beberapa
puing tembok batas kerajaan pun terkubur rusak dan hancur, masyarakat setempat
sering memindahkan dan atau menyimpan puing puing tersebut. Ditemui juga
beberapa koleksi di beberapa museum di Belanda yang berisi gambar, foto maupun artefact Keraton Macan Putih.
Setelah Keraton Macan Putih hancur penerus
Raja Blambangan yaitu Mas Jaka Rempeg mendirikan Kerajaan Bayu yang berada di
sekitar Rawa Bayu kerajaan ini tidak
bertahan lama karena perang Puputan Bayu 1771, yakni dalam hitungan bulan saja
disini dapat ditemukan beberapa sisa artefact dan bekas peperangan dengan VOC
Hingga kini meskipun Kerajaan sudah hancur
Para kerabat Kerajaan secara turun temurun tetap menjaga beberapa pusaka
penting peninggalan Kerajaan.
Sumber
·
Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan,
New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
·
Purwasastra, Muji Rahayu,
Sriyanto, Cariyosipun tanah Balambangan jamanipun
wong Agung Wilis, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,Universitas Michigan 1996, ISBN 978-979-459-609-8
·
Purwasastra, Babad Wilis,Wilis.html?id=3LotAAAAMAAJ&redir esc=y Naskah dan Dokumen Nusantara: Textes et Documents Nousantariens, I.pp.
lxxxviii, 393, 9 pl., map. Jakarta, Bandung, Lembaga Penelitian Perancis untuk
Timur Jauh: École Française d'Extrême-Orient, 1980.
·
Winarsih Arifin, Babad Sembar: chroniques
de l'est javanais, Presses de l'École française d'Extrême-Orient, 1995 , ISBN 978-2-85539-777-1
·
I Made Sudjana, Nagari tawon madu:
sejarah politik Blambangan abad XVIII blambangan&hl=id&source=gbs
similarbooks, Larasan-Sejarah, 2001, ISBN 978-979-96250-0-7
Sumber: Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar